Membangun Pendidikan, ‘Dari Desa Membangun Bangsa’, Sabda Inspirasi |
Desa identik dengan
keterbelakangan serta penumpukan angkatan kerja produktif yang menganggur
menunggu peruntungan untuk mendapatkan pekerjaan, yang pada akhirnya terjadi
eksodus, urbanisasi besar-besaran sehingga potensi desa semakin tenggelam,
ditinggalkan oleh sumber daya manusianya. Kini yang desa miliki tinggal sumber
daya manusia yang bisa dibilang tidak produktif lagi.
Baca: Media Sosial, 'Dua Sisi Mata Pisau' di Era Keterbukaan Informasi
loading...
Saat ini desa sudah
mendapatkan pengakuan dengan lahirnya UU No. 6 tentang Desa yang memberikan
porsi lebih untuk memprioritaskan desa. Desa sudah siap membangun. Saat ini
pemberdayaan desa dengan semua potensi sumber daya baik sumber daya alam maupun
manusianya merupakan suatu keniscayaan dan membutuhkan komitmen yang kuat dan
konsisten dari pemerintah desa, masyarakat desa sendiri dan seluruh pihak yang
terkait demi kelangsungan, kemajuan desa yang berdikari.
Selain UU diatas,
posisi desa hari ini juga diperkuat dengan gelontoran dana triliunan rupiah
oleh pemerintah guna membangun dan memberdayakan masyarakat desa. Hal itu juga
diperkuat dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
No. 22 tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2017.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa prioritas penggunaan dana desa adalah
untuk pelaksanaan program pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
Tujuan dari program ini adalah untuk peningkatan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan.
Kerja membangun desa
membutuhkan ketulusan dan ikhtiar yang konsisten yang melibatkan seluruh
stakeholder yang ada di desa, baik pemerintah maupun masyarakat desa. Setelah
ada pengakuan, pemberian kewenangan, serta dukungan alokasi dana yang besar,
desa harus bisa menjaga dan merawat kekayaan alam dan budaya yang dimilikinya.
Budaya gotong royong, toleransi, dan bekerja keras jangan sampai tergerus oleh
modernisasi yang mengarah pada sikap individualistik. Kearifan lokal daerah
penting untuk tetap dijaga kelestariannya, bahkan perlu untuk senantiasa
dikembangkan, ditularkan ke segenap hati masyarakat laksana virus kebaikan yang
nantinya akan menginfeksi setiap masyarakat menuju kemajuan dan kesejahteraan.
Pengembangan tidak
hanya sampai di tingkat kabupaten/kota saja, akan tetapi harus bisa menembus
tingkat nasional bahkan internasional. Bukankah menjadi suatu kebanggaan
sekaligus merupakan daya ungkit bagi desa dalam proses pembangunannya bila desa
dengan membawa hasil karyanya, potensi khasnya mengharumkan nama desa, daerah bahkan
bangsanya dimana nantinya akan diiringi oleh kemajuan-kemajuan pada
bidang-bidang lainnya.
Baca: Penguatan Pendidikan Karakter Bangsa, Cita-Cita Mewujudkan Generasi Emas Indonesia
Tentu, pembangungan
desa ini harus dilakukan secara holistik atau menyeluruh. Tidak hanya membangun
fisik desa saja, desa juga diharap bisa proaktif membangun pendidikan.
Pendidikan adalah salah satu hal penting yang tidak boleh diacuhkan. Kemajuan
bangsa tidak hanya dilihat dari fisik pembangunan saja, melainkan juga
keberhasilan membangun pendidikan. Pemanfaatan untuk pendidikan juga tertuang
dalam pasal 5 peraturan menteri yang dimaksud di atas.
Di era kepemimpinan
Presiden Joko Widodo ini, desa benar-benar masuk dalam prioritas pembangunan.
Di tahun 2017, jumlah dana desa yang digelontorkan oleh pemerintah berjumlah
Rp. 60 triliun dan akan dinaikkan dua kali lipat pada tahun 2018 menjadi Rp.
120 triliun (sumber: Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo). Jika sekarang kisaran dana
desa yang di dapat adalah Rp. 800 juta – Rp. 1.35 miliar, maka di tahun 2018 ada
kemungkinan bertambah menjadi Rp. 1.6 miliar – Rp. 2 miliar per desa sesuai
dengan luas wilayah dan jumlah penduduknya.
Jumlah diatas
termasuk jumlah yang besar untuk ukuran desa. Berangkat dari sana, tidak sulit
jika dalam satu desa juga ikut menggarap bidang pendidikan. Semisal
perumpamaan, jika dalam satu desa dapat menguliahkan anak minimal 2 anak miskin
atau yatim saja di kampus yang terjangkau pembiayaannya, maka akan ada sekitar
164.060 sarjana dari desa tiap tahunnya dengan asumsi jumlah desa/kelurahan di
Indonesia sebanyak 82.030 desa/kelurahan (sumber: Peraturan Kepala Badan Pusat
Statistik Nomor 66 Tahun 2016 tentang Kode dan Wilayah Kerja Statistik Tahun
2016). Dengan demikian, anak-anak desa yang kekurangan biaya dalam hal
pendidikan akan dapat tertangani. Selain itu, desa dapat melahirkan
sarjana-sarjana yang mau pulang dan membangun desanya masing-masing.
Oleh: Chandra Djoego
Oleh: Chandra Djoego